Welcome to Afive Blog

Kata-kata yang baik memiliki daya kreatif, kekuatan yang membangun hal-hal mulia, dan energi yang menyiramkan berkat-berkat kepada dunia.
JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU

Kamis, 24 November 2011

Sejarah Pendidikan Islam Masa Bani Abbasiyah

Share on :

Oleh: Afiful Ikhwan*

Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kejayaan islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman itu umat islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya. Pada zaman pemerintahan daulah abbasiyah, proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penterjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti buku-buku karya bangsa-bangsa yunani, romawi, dan Persia, serta sumber dari berbagai naskah yang ada dikawasan timur tengah dan afrika, seperti Mesopotamia dan mesir.
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah ja`far al Mansur, setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/ 762 M) dan menjadikannya sebagai ibu kota Negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli diberbagai daerah untuk tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama seperti fiqh, tafsir, tauhid atau ilmu-ilmu lain seperti bahasa dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penerjemahan ilmu yang berasal dari luar.[1]  Namun begitu secara garis besar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa Harun al Rasyid dan putranya al Makmun.
Di antara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok Mawali, seperti orang-orang Persia. Pada masa itu, pusat-pusat kajian ilmiah bertempat dimasjid-masjid, misalnya masjid basrah. Di masjid ini terdapat kelompok study yang disebut halaqat al jadl, halaqat al fiqh, halaqat at tafsir wal hadits, halaqat al riyadiyat, halaqat lil syi`ri wal adab, dan lain sebagainya. Banyak orang dari berbagai suku bangsa yang dating kepertemuan itu, dengan demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam islam.


A.    Kemajuan Ilmu Agama Pada Masa Bani Abbas
Dibidang ilmu-ilmu agama, era abbasiyah mencatat dimulainya sistemasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqh. Khususnya sejak tahun 143 H. para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya yang sistematis baik dibidang ilmu tafsir, hadits, maupun ilmu fiqh.[2]
Diantara ulama tersebut yang terkenal adalah ibnu juraij (w.150 H) yang menulis kumpulan hadisnya dimekah, Malik Ibn Anas (w.171 H) yang menulis al muwatta` nya di madinah, Al Awza`I di wilayah syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad Ibn salamah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyan Al Tsauri di kufah, Muhamad Ibn Ishaq (w.175 H) yang menulis buku sejarah (Al Maghazi) Al Layts Ibn Sa`ad (w.175 H) serta Abu Hanifah.
Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari Naqli (Al Quran dan Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama Islam.[3] Ilmu-ilmu itu diantaranya :
1.      Ilmu Tafsir
Al Quran adalah sumber utama dalam agama islam. oleh karena itu semua perilaku umat islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan.
Ada dua cara penafsiran, yaitu : yang pertama, tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al Quran berdasarkan sanad meliputi Al Quran dengan Al Quran, Al Quran dengan AL Hadits. Yang kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al Quran dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H), Muqatil bin Sulaiman (w.150 H), dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori oleh golongan Mu`tazilah. Mereka yang terkenal antara lain Abu Bakar al Asham (w.240 H), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H) dan Ibnu Jarwi al Asadi (w.387 H).[4]
2.      Ilmu Hadits
Hadis adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al Quran. Karena kedudukannya itu, maka setiap muslim selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan pengkodifikasian/ pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya. Sejarah penulisan hadis-hadis Nabi memunculkan tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib (w.160 H) dan ibn Al Mubarak (w.181 H).
Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadits Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis musnad, antara lain Ahmad ibn Hanbal, ~Ubaydullah ibn Musa al `Absy al Kufi, Musaddad ibn Musarhad al Basri, Asad ibn Musa al Amawi dan Nu’aim ibn Hammad al Khuza’I, perkembangan penulisan hadits berikutnya, masih pada era Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad ketiga, muncul ternd baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan Hadits, yaitu munculnya kecenderungan penulisan Hadits yang di dahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadits-hadits sahih dari yang dha’if sebagaimana dilakukan oleh al Bukhari (w.256 H), Muslim (w.261 H), Ibn Majah (w.273 H), Abu Dawud (w.275 H), Al Tirmidzi (w.279 H), serta Al Nasa’I (w.303 H), yang karya-karya haditsnya dikenal dengan sebutan kutubu al sittah.
3.      Ilmu Fiqh
Ilmu fiqh pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para tokoh yang disebut sebagai empat imam mazhab fiqh hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanifah (w.150 H), Malik ibn Anas (w.179 H), Al Shafi’I (w.204 H), dan Ahmad ibn Hanbal (w.241 H). dari sini memunculkan dua aliran yang berbeda dalam metode pengambilan hukum, yaitu ahli Hadits dan ahli Ra`yi. Ahli hadits dalam pengambilan hukum, metode yang dipakai adalah mengutamakan hadits-hadits nabi sebagai rujukan dalam istinbat al ahkam. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik dengan pengikutnya, pengikut imam Syafi’I, pengikut Sufyan, dan pengikut Imam Hanbali. Sedangkan ahli ra’yi adalah aliran yang memepergunakan akal dan fikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari Iraq.
4.      Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu ilmu syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau menjauhkan diri dari kesenangan dan perhiasan dunia.[5] Dalam sejarahnya sebelum muncul aliran Tasawuf, terlebih dulu muncul aliran Zuhud. Aliran ini muncul pada akhir abad I dan permulaan abad II H, sebagai reaksi terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar-pembesar Negara sebagai akibat kejayaan yang diperoleh setelah islam meluas ke Syria, mesir, Mesopotamia, dan Persia. Aliran zuhud mulai nyata kelihatan di kufah. Sedangkan dibasrah sebagai kota yang tenggelam atas kemewahan, aliran zuhud mengambil corak yang lebih ekstrim. Zahid yang terkenal disini adalah Hasan al Bisri dan Rabi’ah al Adawiyah.
Bersamaan dengan lahirnya ilmu tasawuf muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulamanya, antara lain adalah al Qusyairy (w.465 H), kitab beliau yang terkenal adalah ar risalatul Qusy Airiyah; Syahabuddari, yaitu abu Hafas Umar ibn Muhammad Syahabuddari Sahrowardy (w.632 H), kitab karangannya adalah Awwariffu Ma’arif; Imam Ghazali (w.502 H), kitab karangannya antara lain : al Basith, Maqasidul, mFalsafah, al Manqizu Minad Dhalal, Ihya Ulumuddin, Bidajatul Hidayah, Jawahirul Quran, dan lainsebagainya.
5.      Ilmu Bahasa
Pada masa bani Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya, karena bahasa Arab semakin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang dimaksud ilmu bahasa adalah : nahwu, sharafi, ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus, dan insya’.
Di antara ulama yang termasyhur adalah :
a.       Sibawaihi (w.153 H).
b.      Muaz al Harro (w.187 H), mula-mula membuat tashrif.
c.       Al Kasai (w.190 H), pengarang kitab tata bahasa
d.      Abu Usman al Maziny (w.249 H), karangannya banyak tentang nahwu.[6]

B.     Kemajuan Filsafat Pada Masa Bani Abbasiyah
Banyak golongan pemikir lahir pada zaman ini, banyak diantara mereka bukan islam dan bukan arab muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya kesusastraan yunani dan hindu, dan ilmu zaman pra islam kepada mmasyarakat Kristen eropa. Penerjemahan buku-buku yunani adalah salah satu factor dalam gerakan intelektual ytang dibangkitkan dalam dunia islam abad ke 9, dan terus berlanjut sampai abad ke 12. Memang ada juga terjemahan-terjemahan lain, terutama buku-buku india yang sebelumnya diterjemahkan dalam bahasa pahlevi.[7] Tetapi rangsangan awal berasal dari bahasa yunani.[8] Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat yunani yaitu aristoteles terkenal di eropa.
Namun penting untuk memandang pengaruh yunani dalam perspektif yang benar. Setelah kitab-kitab filsafat yunani diterjemahkan kedalam bahasa arab pada masa pemerintahan khalifah Harun al Rasyid dan Al Ma’mun, kaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. oleh sebab itu, lahirlah filsafat islam yang akhirnya menjadi bintangnya dunia filsafat.
Bagi orang arab, filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia secara khusus, nuansa filsafat mereka berasal dari nuansa tradisi filsafat yunani, yang di modifikasi dengan pemikiran para penduduk diwilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainya, yang disaesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dengan bahasa Arab.
Filosof pertama adalah Al Kindi atau Abu Yusuf Ibn Ishaq, ia memperoleh gelar “filosof bangsa arab”, dan ia memang merupakan representasi pertama dan yang terakhir dari murid Aristoteles di dunia timur yang murni keturunan Arab. System pemikirannya beraliran ekletisisme, namun al Kindi menggunakan pola Neo Platonis untuk menggabungkan pemikiran Plato dan Aristoteles, serta menjadikan matematika Neo Phytagoren sebagai landasan ilmu.[9]
Proyek harmonisasi antara filsafat yunani dengan islam, yang dimulai oleh al Kindi, seorang keturunan Arab, beliau menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Al Nadim dan al Dafthi menyebutkan karangan al Kindi sebanyak 238 buah yang berisi filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, ilmu politik, optic, ilmu matematika, dan lain sebagainya. Kemudian dilanjutkan oleh al Farabi, seorang keturunan Suriah. Di samping sejumlah komentar terhadap Aristoteles dan filosof yunani lainnya, al Farabi juga menulis berbagai karya tentang psikologi, politik, dan metafisika. Salah satu karya terbaiknya adalah Risalah Fushsush al Hakim (Risalah Mutiara Hikmah) dan Risalah fi Ara Ahl al Madinah al Fadhilah (Risalah tentang pendapat penduduk kota ideal)

C.    Kemajuan Sains Pada Masa Bani Abbasiyah
Kemajuan yang dicapai oleh umat islam di era Abbasiyah tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama dan filsafat, melainkan juga disertai dengan kemajuan ilmu-ilmu sains. Bahkan jika dicermati, kemajuan sains di dunia islam mendahului perkembangan ilmu filsafat yang juga berkembang pesat di era abbasiyah. Hal ini bisa jadi buah dari kecenderungan bangsa arab saat itu yang lebih mengutamakan penerjemahan buku-buku sains yang memiliki implikasi kemanfaatan secara langsung bagi kehidupan mereka (dzat al atsar al maddi fi hayatihim) di banding buku-buku olah piker (filsafat).
Kemajuan yang dicapai pada era ini telah banyak memberikan sumbangan besar kepada peradaban manusia modern dan sejarah ilmu pengetahuan masa kini. Dalam bidang matematika misalnya, ada Ibn Muhammad Musa al Khawarizmi, swang pencetus ilmu algebra. Algoritma, salah satu cabang matematika bahkan juga di ambil dari namanya.
Astronomi juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslimin era abbasiyah yang di dukung langsung oleh khalifah Al Mansur yang juga sering disebut sebagai astronom. Penelitian dibidang astronomi oleh kaum muslimin di mulai pada era Al Mansur ketika Muhamad Ibn Ibrahim al fazari menerjemahkan buku “siddhanta” (yang berarti pengetahuan melalui matahari) dari bahasa sanskerta ke dalam bahasa Arab.
Seorang ahli astronomi lainnya yang terkenal pada masa itu adalah Abu al Abbas Ahmad al Farghani dari Farghana Transoxiana, karya utama al Farghani adalah, al Mudkhil ila Ha ‘ilm Haya’ah Al Aflak diterjemahkan dalam bahasa latin oleh john dari Seville dan Gerard dari Cremona. Dalam versi bahasa Arab, buku itu ditemukan dengan judul yang berbeda. Abu Abdullah Muhammad Ibn Jabir al Battani, seorang sabi’in dari Harran, dan seorang ahli astronomi bangsa saba yang terbesar pada masanya, bahkan yang terbesar pada masa islam, telah melakukan berbagai observes dan kajian raqqah. Al Battani adalah seorang peneliti kawakan. Ia mengoreksi beberapa kesimpulan ptolemius dalam karya-karyanya, dan memperbaiki perhitungan orbit bulan. Juga beberapa planet, ia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Menentukan sudut ekliptik bumi dengan tingkat keakuratan yang lebih besar, dan mengemukakan berbagai teori orisinal kemungkinan munculnya bulan baru.[10]
Pada era harun al Rasyid dan al Makmun, sejumlah teori-teori astronomi kuno dari yunani direvisi dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astronom muslim yang terkenal pada masa era abbasiyah antara lain Al Khawarizmi, Ibn Jabir al Battani (w.929 H), Abu Rayhan al Biruni (w.1048 H), serta Nasir al Din al Tusi (w.1274 H)
Sedangkan ilmu fisika telah dikembangkan oleh Ibn al Haytsam atau yang dikenal dibarat dengan sebutan Alhazen. Beliau pula yang mengembangkan teori-teori awal metodologi sains ilmiah melalui eksperimen. Untuk itu beliau diberi gelar sebagai the real founder of physics, Ibn al Haytsam juga dikenal sebagai bapak ilmu optic, serta penemu teori tentang fenomena pelangi dan gerhana.
Di bidang ilmu kimia di era abbasiyah mengenal nama-nama semisal Jabir ibn Hayyan (atau geber di barat) yang menjadi pioneer ilmu kimia modern. Selain itu ada Abu Bakr Zakariya al Razy yang pertama kali mampu menjelaskan pembuatan asam garam (sulphuric acid) dan alcohol. Dari para pakar kimia muslim inilah sejumlah ilmuwan barat seperti Roger Bacon yang memperkenalkan metode empiris ke eropa dan Isaac Newton banyak belajar.
Dalam bidang kedokteran muncul tokoh-tokoh seperti Al Kindi yang pertamakali mendemontrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam dunia medis dan farmakologi. Atau ada juga Al Razi yang menemukan penyakit cacar (smallpox). Al Khawarizmi, Ibnu Sina dan Lain-lain. Disebutkan pula, sebagai bukti lain yang menggambarkan kemajuan ilmu kedokteran era Abbasiyah, bahwa pada zaman khalifah Al Muqtadir Billah (907-932 M/295-390 H) terdapat sekitar 860 orang yang berprofesi sebagai dokter.
Di samping itu kemajuan beberapa disiplin ilmu sains sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, umat islam era abbasiyah juga mengalami kemajuan ilmu dibidang ilmu lainnya seperti biologi, geografi, arsitektur, dan lainnya yang tidak penulis jelaskan seluruhnya dalam makalah ini. Hal ini bisa menjadi bukti bahwa sains pada era abbasiyah memang begitu berkembang meskipun mulai periode kedua sudah mulai mengalami kemunduran, khususnya dalam bidang politik dan kekhilafahan.
Era keemasan bani abbasiyah juga mencatat penemuan-penemuan dan inovasi penting yang sangat berarti bagi manusia. Salah satu di antaranya adalah pengembangan teknologi pembuatan kertas. Kertas yang pertama kali ditemukan dan digunakan dengan sangat terbatas oleh bangsa cina berhasil dikembangkan oleh umat muslim era abbasiyah, setelah teknologi pembuatannya dipelajari melalui para tawanan perang dari cina yang berhasil di tangkap setelah meletusnya perang talas.[11] Setelah itu kaum muslim berhasil mengembangkan teknologi pembuatan kertas tersebut dan mendirikan pabrik kertas di Samarkand dan Baghdad. Hingga pada tahun 900 M di Baghdad terdapat ratusan percetakan yang mempekerjakan para tukang tulis dan penjilid buku untuk membuat buku. Perpustakaan-perpustakaan umum saat itu mulai bermunculan. Dari Baghdad teknologi pembuatan kertas kemudian menyebar hingga fez dan akhirnya masuk ke eropa melalui Andalusia pada abad ke 13 M.
*) Penulis adalah mahasiswa PPs Strata 2 IAIN Tulungagung


[1] Musripah, Susanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta) : Kencana, 2002), hlm. 57-58
[2] Muhammad Sahrul Murajjab, “Peradaban Emas Bani Abbasiyah: Kajian Ringkas” dalam http;//www.inpansonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=371;peradaban-emas-dinasti-abbasiyah-kajian-ringkas&catid=28;sejarah-peradaban-islam&ltemid=97.
[3] Kutilang “Masa Keemasan Islam Bani Abbasiyah” dalam http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang-/masa-keemasan-islam-bani-abbasiyah.
[4] Faksain M Fa`al, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta : Artha Rivera,         ), hlm. 70-71
[5] Hitsuke, “Pembangunan daulah Bani Abbas”  dalam http;//hitsuke.blogspot.com/2011/01/daulah-abbasiyah.html
[6] Kutilang, “Masa Keemasan Islam Bani Abbasiyah”…
[7] Bahasa kerajaan Sasania
[8] W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam…,hlm. 139
[9] Yanwar, “Bani Abassiyah”  dalam http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah-sejarah-peradaban-islam/bani-abbasiyah.
[10] Ibid…
[11] Perang talas adalah peperangan yang terjadi pada bulan juli tahun751 m.
Properties

Share / Save / Like

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar baik menunjukkan pribadimu !